SURABAYA, SERUJI.CO.ID – Pengamat pendidikan, Sulistyono Soejoso mempertanyakan segala bentuk aturan yang dibuat oleh Dinas Pendidikan (Dispendik) setempat yang cenderung berlebihan dan malah menyebabkan tidak lahirnya kreatifitas.
“Kalau dari A sampai Z-nya diatur oleh Dinas Pendidikan, maka yang terjadi adalah manusia-manusia robot, yang berjiwa tapi tak bisa mikir. Dunia pendidikan itu harus ada keseimbangan,” katanya saat ditemui SERUJI di kediamannya di Jalan Kutisari Utara, Surabaya, Senin (26/2).
Aturan yang dibuat Dinas Pendidikan dengan alasan untuk mencetak generasi bangsa yang inovatif, kreatif dan kritis, bagi maestro kolektor bunga Bonsai ini, dinilai justru mustahil terwujud.
“Yang namanya inovasi dan kreasi itu, adalah keberanian keluar dari frame aturan. Ketika semuanya diatur dari A sampai Z, omong kosong kemudian dituntut menghasilkan lulusan inovatif dan kreatif,” jelasnya.
Bagi kakek 5 cucu ini, dunia pendidikan memang selayaknya mengatur tata cara penyelenggaraan pendidikan anak bangsa, namun perlu juga menyediakan ruang pengembangan inovasi dan kreasi diluar aturan itu sendiri.
“Ada nggak aturan dari Presiden hingga ke tingkat kecamatan yang mendorong kreatif dan inovatif. Sekarang pernah nggak anda dengar Dispendik membuat aturan mendorong sekolah untuk kreatif,” lugasnya.
Baca juga: Terkait Pencabulan Pada Siswa, Sulistyoso: Paradigma Pendidikan Harus Berubah
Ketika cara pandang dunia pendidikan tidak diubah, dengan tetap memandang manusia sebagai objek yang mengikuti aturan, Sulistyono yang juga mantan anggota Dewan Pendidikan Jatim ini, memprediksi mental yang terbangun adalah mental manipulatif.
“Sesunggunya, ketika muncul masalah, penyimpangan, akan berusaha menutupi. Dan yang berkembang dari upaya penerapan aturan ‘harus begini, harus begini, harus begini’ itu, sesungguhnya adalah kerangka berfikir manipulasi,” jelasnya.
Ia menegaskan pentingnya membongkar paradima pendidikan yang selama ini cenderung melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan aturan di sekolah-sekolah.
“Sekarang harus diubah bagaimana caranya pengawas datang ke sekolah untuk mencari praktik baik dan inovatif yang telah dilakukan sekolah, kedua didokumentasikan untuk disebarkan ke sekolah lain untuk mendorong melakukan hal yang sama,” pungkasnya. (Luh/Hrn)