TULUNGAGUNG – Satu lagi budaya asli Tulungagung masuk cagar budaya warisan budaya tak benda. Budaya itu adalah prosesi Jamasan Tombak Kiai Upas yang rutin dilaksanakan setiap hari Jumat tanggal belasan pertama bulan Suro.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tulungagung, Drs Heru Santoso MSi, pada Bhirawa Minggu (15/9), mengungkapkan Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sudah memastikan akan menetapkan prosesi Jamasan Tombak Kiai Upas dalam warisan budaya tak benda.
“Saat ini sudah masuk dan kami tinggal menunggu penetapannya saja. Mungkin Oktober sudah ditetapkan,” ujarnya.
Dengan nanti ditetapkannya prosesi Jamasan Tombak Kiai Upas menjadi warisan budaya tak benda, maka Kabupaten Tulungagung akan memiliki dua warisan budaya kategori yang sama. Sebelumnya, pada tahun lalu budaya Manten Kucing di Desa Pelem Kecamatan Campurdarat telah ditetapkan pula sebagai warisan budaya tak benda di Indonesia.
Menurut Heru Santoso, penetapan dua budaya Tulungagung itu sebagai cagar budaya tak benda akan memastikan pula tidak ada daerah lain yang dapat mengklaim budaya tersebut.
“Kedua budaya itu sudah diakui merupakan budaya asli Tulungagung dan tidak dapat diklaim oleh siapapun,” paparnya.
Sebelumnya, Bupati Tulungagung, Drs Maryoto Birowo MM, di sela acara Jamasan Tombak Kiai Upas di halaman Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Tulungagung, Jumat (13/9), menyatakan Tombak Kiai Upas merupakan legenda bagi masyakarat Tulungagung.
“Mereka meyakini sejak zaman penjajahan Belanda dapat membuat Belanda tidak bisa masuk ke Tulungagung dan juga bisa dipakai sarana menolak banjir besar saat zaman penjajahan Jepang,” katanya.
Ia berharap tradisi tahunan ini dapat semakin menarik masyarakat Tulungagung dan daerah lain untuk datang menyaksikan acara budaya pencucian pusaka Tulungagung itu .
Apalagi prosesi Jamasan Tombak Kiai Upas sudah masuk pula dalam salah satu wisata budaya unggulan di Tulungagung, Tombak Kiai Upas merupakan peninggalan masa Kerajaan Mataram Islam dan sudah ditetapkan sebagai pusaka daerah Tulungagung. Panjang tombak Kiai Upas tersebut mencapai 3,25 meter.
Saat acara jamasan atau siraman pusaka Tombak Kiai Upas banyak warga yang menunggu air bekas jamasannya. Mereka ngalap berkah atau meyakini air bekas jamasan tersebut sebagai air berkah yang dapat memenuhi permintaan.
Sebelum dilakukan siraman, prosesi diawali dengan kedatangan iring-iringan dayang pembawa air petirtan yang dikawal sepasukan prajurit kadipaten. Iring-iringan dayang ini pun diiringi pula dengan seni tari Reog Kendang yang merupakan tarian khas Kabupaten Tulungagung.