TANGERANG SELATAN – Merebak kabar bahwa telah terjadi pungutan liar (pungli) di sebuah sekolah favorit di Tangerang Selatan, SMPN 4 Pamulang. Isu pungli tersebut mencuat setelah wali murid protes karena ijazah kelulusan putra-putrinya ditahan sekolah jika tak melunasi uang donasi.
Diberitakan Kabartangsel.com, sejumlah wali murid kompak membeberkan banyaknya praktik dugaan pungli di SMPN 4 yang dipimpin oleh Kepala Sekola, Rita Juwita.
Diungkapkan para wali murid bahwa para siswa SMPN 4 Tangsel telah diarahkan untuk menyetor uang donasi. Kisarannya Rp1 juta, Rp5 juta, hingga Rp7 juta. Pihak sekolah beralasan, uang donasi diperuntukkan bagi kebutuhan dan perlengkapan belajar-mengajar.
Selanjutnya, kembali dipungut uang kesejahteraan sebesar Rp350 ribu dari masing-masing siswa, uang komputer Rp50 ribu per bulan, uang perpustakaan Rp50 ribu per bulan, dan uang kas Rp5 ribu per minggu. Pungutan itu tertera dalam buku berwarna biru dengan logo komite sekolah berjudul ‘Sumbangan Peningkatan Mutu’.
Dikatakan para wali murid, pihak sekolah selalu berdalih jika pungutan tersebut merupakan hasil kesepakatan komite sekolah.
Rita Juwita Malah Mendaftar Untuk Maju Pilkada Tangsel
Alih-alih memberikan klarifikasi atas isu pungli tersebut, Rita Juwita malah memilih menghindar dan sulit dikonfirmasi langsung di sekolah.
Rita malah muncul di kantor sekretariat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Bambu Apus, Pamulang, Selasa (8/10/2019) kemarin, untuk maju dalam Pilkada Kota Tangsel.
Begitu pun dengan hari Rabu (9/10/2019) siang, Rita hadir beserta timnya menggalang dukungan politik terkait pencalonannya di kantor DPC PPP di Jalan Parakan, Pamulang. Di sana dia menyatakan penuh percaya diri, bahwa sanggup membawa Kota Tangsel menuju kondisi yang lebih baik lagi.
“Saya menginginkan Kota Tangsel yang lebih baik, khususnya di sektor pendidikan dan olahraga,” ujarnya.
Begitu ditanya soal isu pungli di lingkup SMPN 4, sikap Rita spontan berubah. Dia hanya melontarkan sedikit kata, lalu pergi menuju mobilnya yang terparkir persis di depan kantor DPC PPP.
“Itu hoax semua,” jawabnya singkat.
Sementara Wakil Koordinator Tangerang Public Transparency Watch (Truth), Jufry Nugroho menilai, sikap yang ditunjukkan Rita Juwita tak mencerminkan seorang pejabat publik. Di mana, menutup akses informasi berkaitan dengan jabatannya yang ingin diketahui publik.
“Sikap seorang pejabat publik seharusnya memberikan informasi secara terang benderang. Jika selalu menghindar, justru patut diduga ada yang disembunyikan. Konsekuensi pejabat publik ya menghadapi masyarakat. Kalau pun nanti terbukti tidak ada pungli, harusnya lebih terbuka,” kata Jufry.
Dilanjutkan dia, dugaan Pungli yang dibeberkan wali murid SMPN 4 harus diungkap secara tuntas. Karena jika tidak, isu itu akan mendegradasi status sekolah yang dielu-elukan sebagai sekolah terbaik bertaraf internasional. Bahkan, kata dia, Pungli yang terjadi di SMPN 4 sangat mungkin diterapkan pula pada sekolah-sekolah negeri lainnya.
“Perlu tindakan tegas dari Kadisdikbud Tangsel untuk berani memanggil Kepsek SMPN 4, jika memang memiliki komitmen memberantas pungli. Jika perlu, audit seluruh sekolah negeri yang ada di Tangsel,” tegasnya.
Sebelumnya, para siswa SMPN 4 Tangsel telah diarahkan untuk menyetor uang donasi. Kisarannya, Rp1 juta, Rp5 juta, hingga Rp7 juta. Pihak sekolah beralasan, uang donasi diperuntukkan bagi kebutuhan dan perlengkapan belajar-mengajar.
Selanjutnya, kembali dipungut uang kesejahteraan sebesar Rp350 ribu dari masing-masing siswa, uang komputer Rp50 ribu per bulan, uang perpustakaan Rp50 ribu per bulan, dan uang kas Rp5 ribu per minggu. Pungutan itu tertera dalam buku berwarna biru dengan logo komite sekolah berjudul “Sumbangan Peningkatan Mutu”.
Isu Pungli yang diungkap wali murid membuat heboh banyak kalangan masyarakat. Apalagi diketahui, SMPN 4 merupakan sekolah dengan beragam prestasi. Hal demikian menambah deretan panjang praktik Pungli yang mencoreng dunia pendidikan di Kota Tangsel