Berbeda dengan inkubator konvensional yang membutuhkan suplai listrik yang terus menerus, kata Amanda, inkubator jinjing ini hanya memanfaatkan material tertentu sebagai elemen penghangat sehingga tidak membutuhkan listrik terus-menerus.
Ia menuturkan inkubator itu juga dilengkapi dengan penyaring udara yang memanfaatkan membran yang memiliki pori berukuran 50 nanometer sehingga mampu menyaring partikel berbahaya, bahkan bakteri sekalipun.
Menurut dia, desain inkubator disesuaikan dengan kebutuhan mobilitas yang tinggi untuk keperluan evakuasi pada medan bencana serta pasca bencana sehingga mudah dibawa serta digunakan.
“Untuk masalah harga, inkubator kami jauh lebih ekonomis. Jika inkubator konvensional memiliki kisaran harga diatas 50 juta rupiah, harga inkubator kami hanya seperlimapuluhnya”, aku Amanda.
Selaku ketua tim penelitian tersebut, Amanda mewakili teman-temannya berharap kedepannya inkubator yang mereka ciptakan ini dapat menekan jumlah korban bayi pascabencana. (Ant/Hrn)
Lha ini keren
ini harus didukung sepenuhnya..
Suatu prestasi yg membanggakan!