JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan tak boleh ada tes baca, tulis, dan hitung (calistung) untuk anak-anak yang akan masuk Sekolah Dasar.
“Untuk masuk SD, yang diutamakan adalah usia anak dan jarak tempat tinggal anak dengan sekolah. Jadi tidak ada tes calistung untuk masuk SD,” ujar Direktur Pembinaan SD Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Dr Khamim, di Jakarta, Rabu (27/6).
Dia menjelaskan untuk jenjang SD, anak yang berumur tujuh tahun dan minimal berusia enam tahun pada 1 Juli dapat diterima sebagai peserta didik baru.
Untuk anak yang berusia lima tahun enam bulan, namun memiliki kecerdasan yang istimewa dapat diterima dengan melampirkan rekomendasi dari psikolog profesional.
“Anak yang berusia tujuh tahun yang diutamakan untuk masuk ke SD,” katanya.
Khamim menjelaskan melalui sistem zonasi, maka bisa diketahui jumlah anak yang masuk di setiap jenjang satuan pendidikan di daerah itu.
Dia memberi contoh di suatu daerah, murid Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berjumlah 200, sedangkan daya tampung SD di daerah itu hanya 190 murid.
“Maka Dinas Pendidikan daerah itu wajib mencarikan sekolah untuk 10 anak yang tidak tertampung. Bisa dicarikan sekolah ke daerah terdekat,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa tidak boleh ada tes calistung sebagai syarat masuk SD.
Menurut dia, selama ini terjadi salah kaprah yang mana anak di tingkatan PAUD sudah diajarkan calistung, padahal anak pada usia tersebut belum boleh diajarkan calistung.
Dalam kesempatan tersebut, Kemdikbud juga menegaskan bahwa tidak boleh ada jual beli kursi dan juga pungutan liar dalam penerimaan peserta didik baru.
Sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah wajib menerima anak didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit 90 persen dari total kuota.
Sistem zonasi untuk pemerataan akses layanan pendidikan bagi siswa, mendekatkan lingkungan sekolah dan keluarga, menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah negeri, membantu analisa perhitungan kebutuhan dan distribusi guru, serta mendorong kreativitas pendidik dalam pembelajaran dengan kondisi murid yang heterogen. (Ant/SU02)