MALANG – Seorang oknum Guru di Kabupaten Malang ditangkap pihak kepolisian karena perbuatan asusila yang dilakukan pada muridnya sendiri di sebuah SMP di daerah Kabupaten Malang.
Guru dengan inisial CA (38) tersebut, ditangkap setelah polisi mendapat laporan masyarakat terkait perbuatan CA yang mencabuli muridnya dengan modus melakukan penelitian untuk desertasi S3 yang sedang ia jalani.
Dikutip dari Kompas.com, Minggu (9/12), Kapolres Malang AKBP Yade Setiawan Ujung mengungkapkan modus pencabulan yang dilakukan CH, dilakukan saat jam istirahat. Tersangka mencabuli korban dengan menggunakan rangkaian kebohongan, membujuk korban agar bersedia dijadikan relawan penelitian disertasi S3.
“TKP-nya di ruang tamu ruangan BK. Di ruangan tersebut CH mengaku kepada korban-korbannya bahwa ia sedang mengambil S3, sedang penelitian disertasi,” ungkap Yade.
Praktik cabul pelaku yakni dengan cara mengambil sample sperma, rambut kemaluan, rambut kaki, rambut ketiak dan mengukur panjang penis korban.
Agar perbuatannya tidak diketahui orang lain, CH meminta korban untuk bersumpah di atas kitab suci dan menakut-nakuti korban apabila menceritakan kepada orang lain maka korban akan celaka. “Semua korban bervariasi, ada yang dari kelas 7, 8, dan 9,” jelas Yade.
Yade mengatakan, pihaknya mendapat laporan pada Selasa (3/12/2019) lalu.
“Setelah dapat laporan, kita langsung melakukan pemeriksaan secara maraton dan identitas pelaku mengarah ke CH ini,” kata Yade.
Namun saat itu, imbuh Yade, pihaknya belum dapat mengamankan yang bersangkutan lantaran CH belum pulang ke rumahnya di daerah Kepanjen, Malang sejak 3 Desember silam.
Lalu pada Jumat 6 Desember 2019, CH berhasil diamankan di daerah Turen, Malang.
“Jadi tersangka ini bukan guru tetap, dia guru honorer atau istilahnya guru tidak tetap (GTT),” kata dia.
Kapolres mengungkapkan, CH melakukan perbuatan tidak senonoh tersebut selama sekitar 2 tahun.
“Perbuatan tersebut dilakukan sejak tahun 2017, sampai terakhir kali pada bulan Oktober 2019 terhadap siswa laki-laki kurang lebih sebanyak 18 orang (kemungkinan jumlah korban masih akan bertambah) dengan intensitas lebih dari sekali,” jelasnya.
Selain persoalan pencabulan, pihaknya menduga ijazah yang dipergunakan CH untuk mengajar selama ini juga palsu. Hal itu dikarenakan, saat dilakukan pengecekan ke universitas tempat CH belajar, pihak universitas tidak pernah merasa mempunyai mahasiswa dengan nama tersebut.
Setelah dilakukan introgasi lebih dalam, CH mengaku meminjam ijazah rekannya lalu diganti dengan nama dan fotonya sendiri.
Akibat perbuatannya itu, CH terancam hukuman berlapis. Yakni pasal 82 ayat 1 dan 2 jo 76 E Undag-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Serta pasal 294 KUHP akibat perbuatan cabulnya dan Pasal 263 KUHP karena diduga memalsukan ijazah saat melamar sebagai guru honorer.