Senin, Maret 17, 2025
No menu items!
Google search engine
No menu items!
BerandaPendidikanAkademisi: Kekerasan di Pesantren Akibat Kurangnya Pendidikan Humanis

Akademisi: Kekerasan di Pesantren Akibat Kurangnya Pendidikan Humanis

PAMEKASAN, SERUJI.CO.ID – Akademisi dari Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Madura, Maimun menilai kekerasan yang sering terjadi di lingkungan pesantren akhir-akhir ini akibat kurangnya pendidikan yang menekankan pada sisi kemanusiaan (humanisme).

“Selama ini, pendidikan humanis di pesantren kurang bahkan dinilai tidak penting oleh sebagian tokoh pesantren,” ujar Maimun di Pamekasan, Senin (30/4).

Padahal akar persoalan besar dalam kehidupan adalah pada sisi kemanusiaan. Bahkan dalam teks Al Quran dijelaskan bahwa jika menyakiti satu orang, maka akan sama halnya dengan menyakiti keseluruhan manusia.

Terjadinya kasus pembacokan di lingkungan pondok pesantren sebagaimana di Pondok Pesantren Al-Misdat, Desa Lenteng, Kecamatan Proppo, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Ahad (29/4), seolah menggambarkan bahwa sisi kemanusiaan santri telah hilang, ketika ia tega hendak mencelakai bahkan hendak membunuh temannya sendiri.

“Kasus ini sangat ironi memang, karena pesantren selama ini tercitra sebagai pusat pendidikan moral di Madura dan paham akan hakikat ajaran agama yang sebenarnya,” ujarnya menambahkan.

Hal senada juga disampaikan peliti dari Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdatut Tullab Sampang Dr Moh Wardi.

Ia menilai, kasus kekerasan yang terjadi di Pondok Pesantren Al-Misdat, Pamekasan itu telah menciderai nilai-nilai positif pesantren yang selama ini menjadi pusat pendidikan moral mayoritas rakyat Madura.

Berbeda dengan Maimun, Wardi melihat dari sisi berbeda tentang praktik kekerasan di lembaga pesantren yang menurutnya karena pola pendidikan ditekankan pada dogma ketaatan yang cenderung berlebihan.

“Di Madura itu kan ada konsep ‘baphak, babhu’ guru rato/ bapak-ibu, guru dan pemimpin,” ujarnya.

Sayangnya dalam kontek guru, ditekankan sedemikian rupa dalam dogma pesantren, sehingga cenderung tidak memperhatikan bahkan mengabaikan pada relasi sosial lainnya.

Konsep saudara, teman, kurang diperhatikan, bahkan menjadi hal yang tidak penting.

“Makanya kalau dari sisi ketaatan pada guru santri tidak diragukan, akan tetapi dari sisi membina dan membangun komunikasi efektif dengan teman dan masyarakat kurang. Tidak heran jika kemudian, antar-teman saling bacok-bacoan sebagaimana di Pamekasan itu,” katanya, menjelaskan.

Kasus pembacokan santri di pesantren yang berjarak sekitar 15 kilometer ke arah barat Kota Pamekasan itu terjadi sekitar pukul 08.25 WIB dan korban mengalami luka serius. Korban berinisial BH, sedangkan pelaku berinisial AL. Keduanya sama-sama santri di pesantren itu.

Kasus pembacokan itu terjadi, akibat pelaku AL tidak terima dimarahi dan dipukul oleh korban BH yang malas membersihkan lingkungan pondok.

Di pondok Pesantren itu, BH dipercaya oleh pengasuh pesantren sebagai pengurus pada bagian keamanan dan bertanggung jawab mengawasi para santri dalam kegiatan pesantren, termasuk kegiatan tugas kebersihan pondok secara bergantian.

Saat korban sedang duduk-duduk di teras pondok, pelaku langsung menyabet korban dengan senjata tajam pada bagian perut, sehingga korban mengalami luka serius.

“Senjata yang digunakan jenis celurit dan saat ini juga telah kami sita sebagai barang bukti,” kata Kapolres Pamekasan AKBP Teguh Wibowo, menjelaskan. (Ant/SU02)

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments